Milad Aceh Merdeka di Swedia dan Australia

Oleh: Asnawi Ali

Setelah hiruk pikuk masalah bendera dan wali nanggroë di tanah endatu, mereka yang masih setia dengan perjuangan Aceh Merdeka di Swedia dan Australia tetap memperingati milad setiap tahunnya.


 
Hällefors – ANP:Sejumlah pria dan wanita bersama anak-anak tampak penuh sesak disebuah aula. Ditengahnya sebuah podium sederhana berlatar belakang bendera bulan bintang. Hari itu, Rabu (4/12) warga Aceh di kota Hällefors--280 Km dari Stockholm--mempersiapkan acara milad Aceh Merdeka ke 37.

“Peringatannya dilaksanakan dalam aula karena diluar gedung sedang musim dingin dengan suhu minus,” kata Yusuf Daud sebagai panitia acara. Yusuf menambahkan, mengeluarkan pendapat di Swedia adalah dijamin oleh undang-undang. ”Termasuk jika setiap tahun kita peringati proklamasi Aceh Merdeka ini,” ujarnya. Mayoritas warga Aceh di Swedia masih tetap setia dengan ideologi Aceh Merdeka meskipun sebagian sudah berkhianat dengan menjadi kaki tangan Indonesia.


Sebelum acara milad diawali dengan doa samadiah kepada para syuhada yang telah meninggal dalam konflik Aceh lalu. Begitu selesai shalat Magrib, bersamaan itu pula peringatan pendeklarasian kembali kemerdekaan Aceh di mulai dengan pembacaan teks proklamasinya.

Sebagai salah seorang pejuang senior Aceh Merdeka, naskah amanat milad dibacakan oleh Syahbuddin Abdurrauf. Dalam pidatonya Syahbuddin menjelaskan jika perjuangan Aceh Merdeka selama 37 tahun itu masih pendek jika dibandingkan dengan bangsa lain seperti Maluku Selatan, Papua Barat, Patani Selatan dan Moro.

Disamping itu, pria alumni akademi militer militer Masabah Alamiah Tripoli, Libya ini mengulas bahwa setelah organisasi ASNLF kembali diaktifkan sejak April 2012 lalu, aksi pertama adalah penjajakan akses ke markas PBB urusan HAM di Jenewa melalui kerja sama dengan UNPO (Unrepresented Nations and Peoples Organization) di Belanda. 


Begitu pula diundangnya beberapa kali anak muda Aceh untuk ikut pelatihan diplomasi dan HAM yang disponsori oleh UNPO. Badan UNPO adalah sebuah organisasi antar bangsa yang lebih kurang beranggotakan 50 calon negara yang tidak mempunyai perwakilan di PBB. UNPO adalah sebuah forum yang memberikan akses jalan kepada anggotanya untuk bisa masuk kedalam even internasional, juga sebagai penghubung kepada PBB dan parlemen Eropa.

”Sudah ada yang kita lakukan, masih banyak juga yang akan kita buat kedepan. Sokongan kawan seperjuangan di dalam dan luar negeri sangat diperlukan untuk tetap berkelanjutan,” pinta Syahbuddin dalam pidatonya yang berbahasa Aceh.

Di akhir pidatonya Syahbuddin menggarisbawahi tentang masalah bendera jika semua orang tahu jika bendera tersebut adalah bendera Aceh Merdeka. Namun, sayangnya akan dijadikan sebagai sebuah bendera provinsi. "Berarti telah mengkhianati 50.000 syuhada Aceh yang rela berkorban harta dan nyawanya selama 37 tahun ini," kata Syahbuddin terisak sambil menunjuk bendera yang berada dibelakangnya.

Begitu pula Syahbuddin menguraikan jika pemangku Wali Nanggroë ke 9 telah memalsukan sejarah Aceh. Dia beralasan karena lembaga Wali Nanggroë tersebut adalah produk Helsinki tahun 2005 sedangkan sekarang sudah disulap menjadi nomor ke sembilan. Sambil bertanya Syahbuddin berkata ”apakah setahun sekali diganti Wali Nanggroë?”


Sebagai penutup dikumandangkan lagu hikayat perang Sabi oleh semua peserta yang hadir termasuk wanita dan anak-anak Aceh yang lahir dan besar di Swedia. Meskipun lebih dari 10 ribu kilometer dari Aceh, roh perjuangan Aceh merdeka tampaknya masih ada di Swedia yang telah bertahun-tahun menjadi pusatnya.

Milad di Australia


Berbeda dengan Swedia, dedikasi warga Aceh di Australia yang masih setia kepada perjuangan Aceh Merdeka pada tahun ini jatuh pada musim panas. Dihubungi seusai acara pada Rabu (4/12) siang waktu Australia melalui wawancara perangkat Skype, Tgk Afni sebagai panitia acara menjelaskan jika acara dilakukan di sebuah lapangan Wiley Park, New South Wales pukul 10 pagi.

Diutarakannya, selain Tgk Afni yang bertindak sebagai protokol peserta milad masing-masing adalah perwakilan dari wilayah Pasèë, Pidie dan Aceh Rajek yang dilakukan dengan sangat sederhana. ”Meskipun tidak seperti di Swedia lebih baik kami berbuat sesuatu daripada ramai tapi tidak berbuat sama sekali,” kata Tgk Afni melalui saluran telepon internet.


Lebih lanjut papar Tgk Afni, selain pengibaran bendera, kemudian pembacaan syair prang Sabi. Dalam milad tersebut juga dibacakan amanat ketua Presidium ASNLF Pusat, Ariffadhillah. Tokoh ASNLF yang mencoba merajut kembali jejaring Aceh Merdeka di dalam dan luar negeri ini menyorot tentang perbuatan curang oleh penguasa Aceh dengan memalsukan sejarah.

Ariffadhillah menambahkan, dalam perjuangan kemerdekaan dibelahan dunia sering terjadi pengkhianatan, termasuk di Aceh yang kemudian selanjutnya terjadi krisis kepemimpinan. Dalam amanatnya, putra Aceh yang menetap di Jerman itu juga menyarankan agar sementara menggunakan teknologi komunikasi zaman modern semaksimal mungkin untuk menjelaskan perkara dan alasan Aceh Merdeka.


Setelah mengakhiri laporan lisannya, Tgk Afni beserta anggota ASNLF perwakilan Australia lainnya mengadakan kenduri bersama.