Citizen Reporter

Larangan Mengangkang: Dari Lhokseumawe Hingga ke Swedia
Asnawi Ali - Citizen Reporter


Awal pekan tahun baru ini, sebuah kabar dari Lhokseumawe membahana kepenjuru luar negeri.  Sekilas terkesan berita lokal namun menjadi unik ketika dipetik kembali oleh berbagai media, salah satunya media di Swedia.

Adalah Walikota Lhokseumawe Suadi Yahya menjadi buah bibir ketika mengeluarkan sebuah surat himbauan kontroversial.  Surat tersebut berupa agar wanita di daerah kekuasaannya dilarang duduk mengangkang saat naik sepeda motor.  Sebagaimana diwawancarai oleh BBC seksi Indonesia, Suadi beralasan jika hal tersebut untuk peningkatan dan mendukung Syariat Islam yang telah ada Qanun-nya di Aceh.

Bukan saja media berbasis di Inggris tersebut, kantor berita Swedia TT (Tidningarnas Telegrambyrå) Jum'at (4/1) juga mengutip dari kantor berita Perancis AFP (Agence France Presse) kabar larangan unik dari Lhokseumawe itu.

Warta tersebut diterjemahkan kedalam bahasa Swedia berjudul "Kvinnor får inte åka grensle på motorcykel" (Wanita tidak dibenarkan berboncengan  sepeda motor dengan mengangkang).  Beberapa jam kemudian,  media utama di Swedia seperti Aftonbaldet, Expressen, Dagens Nyheter, Svenska Dagbladet serentak memberikan judul yang sama dilaman webnya.  Sampai pagi Sabtu (5/1) ini, beberapa media kecil di Swedia juga sudah mulai mengutip berita unik dari Lhokseumawe tersebut.

Dalam hal ini, beberapa warga Aceh yang bermukim di Swedia yang setiap hari mengamati berita di kampung halamannya menjadi terkejut.  Tgk Rusli Tiro yang tinggal di kota Eskiltuna, Swedia mengungkapkan jika sebenarnya Aceh masih menjadi amatan luar, meskipun berita ringan namun jika terjadi ketidakadilan terhadap wanita tetap jadi pemberitaan.

Ini seperti menzalimi wanita lalu bersembunyi dibelakang syariat Islam.  "Peraturan seharusnya bukan hanya selalu kepada wanita seperti urusan jilbab, rok, perempuan bencong hingga duduk mengangkang di sepeda motor, tetapi harus juga adil menyeluruh aturan kepada pria," ujar Tgk Rusli yang dihubungi melalui sambungan telepon gratis Viber.

Beliau menambahkan, duduk mengangkang di sepeda motor malah lebih aman namun dengan menggunakan celana panjang longgar bagi wanita.  "Di negara lain saja tidak ada seperti rencana pengaturan aneh di Lhokseumawe itu, beginilah jika sudah menjadi kaki tangan Indonesia, pemikiran sempit persis seperti tuannya di Jakarta,"  kata warga Aceh yang menjadi Muazzin tetap di mesjid kota Eskiltuna ini.



Sementara itu, menanggapi pemberitaan di media Swedia tentang duduk mengangkang  di sepeda motor bagi wanita di kota Lhokseumawe, warga Aceh di Swedia lainnya seperti Abu Simai, melihat bahwa Aceh bisa jadi gunjingan orang karena keanehannya.  Dalam komunikasinya melalui kolom Facebook, sambil bergurau Abu Simai mengusulkan jangan lupa agar dibuat peraturan untuk kaum pria.

"Kedepan buatlah peraturan kalau perlu dalam qanun seperti dilarang kencing berdiri bagi pria".  Menurut Abu, jarang sekali sebuah kantor berita di Eropa mengutip berita ringan namun tetap menjadi berita di medianya.  Pria asal Pidie ini memberikan contoh jika di Aceh sudah lama terjadi ketidakadilan dalam segala hal, termasuk kepada wanita.

Razia jilbab, rok, celana ketat hingga menutup aurat selalu untuk wanita.  "Untuk pria terbuka aurat yang bermain sepak bola celana pendek, bahkan hingga ada turnamen ditonton ribuan orang tidak pernah ada larangan, apalagi dirazia," tegas Abu memberikan contoh.  Di akhir komunikasinya, Abu memberikan alasan kenapa Aceh selama ini sering terlihat aneh.

"Beginilah jika hukum buatan Tuhan (syariat Islam) berada dibawah hukum taghut buatan manusia seperti Pancasila dan undang-undang warisan kolonial Belanda" jelas Abu seraya menambahkan jika pembicaraan larangan "mengangkang" dari Aceh sudah jadi topik hangat di jejaring sosial seperti Facebook, Twiter bahkan merembes sangat cepat ke media di luar negeri.